RESUME TEORI KEPRIBADIAN ROGERS (PERSON-CENTERED)


Nama                          : Fitri Insi Nisa
NIM                            : 0106518060
Prodi                           : BK S2/Rombel C
Mata Kuliah               : Teori Kepribadian
Dosen Pengampu       : Dr. Awalya, M.Pd., Kons.

TEORI KEPRIBADIAN ROGERS (PERSON-CENTERED)

A.    BIOGRAFI CARL ROGERS
Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8 Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan tinggi, dan pada tahun-tahun pertama Rogers sangat gemar akan ilmu alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin pada 1924 Rogers lalu masuk Union Theological College of Columbia; disana Rogers mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke Teachers College of Columbia; disana Rogers terpengaruh oleh filsafat John Dewey serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rigers mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Pengalaman praktisnya yang pertama-tama diperolehnya di Institute for Child Guidance. Lembaga tersebut orientasinya Freudian. Rogers menemukan bahwa pemikiran Freudian yang spekulatif itu tidak cocok dengan pendidikan yang diterimanya yang mementingkan statistik dan pemikiran menurut aliran Thorndike. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf daripada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi pemimpinnya. Selama masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst yang memisahkan diri dari Freudian yang ortodok. Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena rangsangannya Rogers merasa terpaksa harus membuat pandangannya dalam psikoterapi itu menjadi jelas. Dan ini dikerjakannya pada 1942 dalam buku : Counseling and psychotheraphy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi mahaguru psikologi di Universitas of Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi presiden the American Psychological Association. Dan meninggal dunia tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung.



B.    POKOK-POKOK TEORI ROGERS
1.     Struktur kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.
a.      Organime, mencakup : Secara psikologis, organisme adalah lokus atau tempat dari seluruh pengalaman. Pengalaman meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran organisme pada setiap saat. Keseluruhan pengalaman ini merupakan medan fenomenal. Harus dicatat bahwa medan fenomenal tidak identik dengan medan kesadaran. ”Kesadaran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman kita”. Dengan demikian, medan fenomenal terdiri dari pengalaman sadar (tidak dikembangkan). Akan tetapi, organisme dapat membedakan kedua jenis pengalaman tersebut dan bereaksi terhadap pengalaman yang tidak dilambangkan.
1)     Makhluk hidup. Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat.
2)     Realitas subjektif. Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan benar-salah.
3)     Holisme. Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain.
b.     Medan fenomena : Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya.
c.      Self : Lama kelamaan, sebagian dari medan fenomenal ini menjadi terpisah. Inilah yang disebut sebagai diri atau konsep-diri. Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah :
1)     terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu.
2)     bersifat integral dan konsisten.
3)     menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman.
4)     dapat berubah karena kematangan dan belajar.

2.     Dinamika Kepribadian
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan. Rogers menambahkan suatu ciri baru pada konsep pertumbuhan ketika ia mengamati bahwa tendensi gerak maju hanya dapat beroperasi bila pilihan-pilihan dipersepsikan dengan jelas dan dilambangkan dengan baik. Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya kalau ia tidak dapat membedakan antara cara-cara tingkah laku progresif dan regresif. Tidak ada suara hati dari dalam yang akan memberitahu seseorang manakah jalan menuju aktualisasi itu, tidak ada suatu rasa keharusan organisme yang akan mendorongnya maju. Orang harus mengetahui sebelum mereka dapat memilih, tetapi bila mereka benar-benar mengetahui maka mereka selalu memilih untuk maju dan bukan untuk mundur.  “Pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah pada tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang dialaminya dalam medan fenomenal(sebagaimana medan itu dipersepsikan)”.
Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan aktualisasi akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yaitu :
a.      Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk kebutuhan dasar (makana, minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh serta generasi.
b.     Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis untuk menjadi diri sendiri.
c.      Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi justru meningkatkan tegangan, yaitu tingkah laku yang motivasinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik.
3.     Perkembangan Kepribadian
Rogers menyatakan bahwa self berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh. Meskipun organisme dan diri mempunyai tendensi inheren untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan khususnya oleh lingkungan social.
Pribadi yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya. Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya sebagai berikut :
a.  Terbuka untuk mengalami (openess to experience);
b.  Hidup menjadi (existential living);
c.  Keyakinan organismik (organismic trusting);
d.  Pengalaman kebebasan (experiental freedom);
e.  Kreativitas (creativity)

C.    TUJUAN KONSELING ROGERS
Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
1.     Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya.
2.     Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
3.     menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
4.     Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.

D.    HUBUNGAN KONSELOR DENGAN KONSELI
Konsep hubungan antara terapis dan client dalam pendekatan ini ditegaskan oleh pernyataan Rogers (1961) “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan perubahan, sehingga perkembangan peribadipun akan terjadi. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
1.     Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
2.     Orang pertama disebut konslei, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
3.     Orang kedua disebut konselor/terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
4.     Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap konseli.
5.     Terdapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal konseli dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
6.     Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai.

E.    PROSES KONSELING
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
1.     Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2.     Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3.     Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4.     Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5.     Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI PERSON-CENTERED

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL : ROLLO MAY

ANALISIS KASUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DAN PENDEKATAN ADLER