REFLEKSI PERSON CENTERED


REFLEKSI PERSON CENTERED
Tugas Mata Kuliah Teori dan Pendekatan Konseling
Dosen: Mulawarman, Ph.D






Nama             : Fitri Insi Nisa
Rombel          : Kelas C (Khusus)
NIM               : 0106518060


PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2019



TUGAS MANDIRI
TEORI & PENDEKATAN KONSELING PERSON-CENTERED THERAPY


1.        Jelaskan pemahaman saudara mengenai konsep Fullyfuctioning person!
2.        Bagaimana pendapat saudara terkait konsep transferensi dalam konseling PCT!
3.        Bagaimana cara konselor untuk memfasilitasi konseli dalam proses aktualisasi diri?
4.        Jelaskan proses in congruency dalam diri individu!
5.        Dalam proses pengubahan prilaku konseli, konselor perlu lebih menitikberatkan pada sisi kualitas hubungan terapeutik yang dibangun antara konselor dan konseli. Mengapa demikian ? Jelaskan pendapat anda!
6.        Mengapa kondisi keberhagaan atau condition of worth mempengaruhi perilaku individu untuk berkatualisasi diri, jelaskan!
JAWABAN
1.      Fully functioning person adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat berfungsi secara penuh dalam mengaktualisasikan dirinya. Sebagai bagian dari berfungsi penuh, mereka menjadi menyadari tanggung jawab sosial dan perlunya hubungan yang sepenuhnya kongruen dengan orang lain. Individu yang berfungsi secara utuh (fully functioning person). Namun orang-orang yang mengaktualisasikan diri bukanlah orang yang agresif, memberontak secara terus menerus atau dengan sengaja tidak konvensional dalam menolak aturan-aturan dari orang tua dan masyarakat. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai individu-individu dalam batas-batas dan garis-garis pedoman yang jelas dalam masyarakat. Rogers mengemukakan lima sifat orang yang dapat berfungsi sepenuhnya (fully functioning person), yaitu :
a)     Keterbukaan pada Pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang memiliki kepribadian yang fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga menggunakannya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsi dan ungkapan baru. Karena itu dapat diaktakan “lebih emosional” dalam arti bahwa dia mengalami banyak emosi baik positif maupun negatif dan mengalami emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang yang defensif.
b)     Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsinya merasa hidup dalam setiap momen kehidupan. Setiap pengalaman yang dirasakan adalah merupakan pengalaman yang baru dan segar, seperti tidak pernah ada sebelumnya. Maka dari itu, selalu ada kegembiraan karena setiap pengalaman tersingkap. Orang tersebut tidak memiliki diri yang berprasangka atau tegar tidak harus mengontrol atau memanipulasi pengalaman-pengalaman, sehingga dengan bebas dapat berpartisipasi di dalamnya. Rogers percaya bahwa kualitas dari kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat, dimana orang tersebut selalu terbuka kepada pengalamannya sehingga selalu menemukan hal yang baru dan dapat menyesuaikan diri dengan respons atas pengalaman berikutnya.
c)      Kepercayaan terhadap Organisme Orang Sendiri
Rogers menulis, “Apabila suatu aktivitas terasa seakan-akan berharga atau perlu dilakukan, maka aktivitas itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, saya telah belajar bahwa seluruh perasaan orgnismik saya terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya daripada pikiran saya”. Dengan kata lain, bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar merupakan pedoman yang sangat dapat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan, lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat bertindak secara intuitif menurut impuls-impuls yang timbul seketika, namun sama sekali tidak terburu-buru dan tetap dapat mempertimbangkan segala konsekuensi yang mungkin muncul. Karena terbuka pada setiap pengalaman maka individu yang sehat membiarkan seluruh organisme mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi. Semua faktor yang relevan diperhitungkan dan dipertimbangkan serta dicapai keputusan yang akan memuaskan semua segi situasi dengan sangat baik.
d)     Perasaan Bebas
Rogers percaya bahwa kepribadian psikologis yang sehat berbanding lurus dengan kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Dan mereka memiliki perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupannya dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah laku, keadaan, atau peristiwa masa lampau. Karena itu mereka melihat banyak sekali pilihan dalam kehidupan dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin dilakukannya.
e)     Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Mereka mengungkapkan diri mereka dalam produk-produk kreatif dalam semua bidang kehidupan. Mereka bertingkah laku spontan, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam. Rogers percaya bahwa orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan. Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menghadapi perubahan-perubahan yang traumatis sekalipun.

2.      Pendapat saudara terkait konsep transferensi dalam konseling PCT
Transferensi yaitu ketergantungan konseli kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal terapi. Konseling juga mulai mengembangkan sepanjang hubungan konseling. Konselor juga mulai mengembangkan hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian pada konseli dan menghindari adanya ketergantungan konseli kepada konselornya. Kemungkinan transferensi terjadi karena sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi konseli. Dalam hal ini, konseli diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian yang oleh konseli dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan kepada konselor. Pada tahap ini konselor harus menjaga jangan sampai kontratransferensi, yaitu tranferensi balik yang dilakukan koselor kepada klien karena konselor memiliki perasaan-perasannya yang tidak terpecahkan.

3.      Cara konselor untuk memfasilitasi konseli dalam proses aktualisasi diri adalah dengan membuat konseli bebas dan didorong untuk mengeksplorasi semua aspek mengenai dirinya. Hubungan konselor-konseli yang digambarkan Rogers sebagai kualitas pribadi dengan “Saya-Anda yang spesial”. Konseli adalah orang dalam proses tersebut yang diberi hak untuk mengarahkan terapinya sendiri. Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Yang paling utama konseli dibantu untuk mengidentifikasikan, menggunakan, dan mengintegrasikan sumber daya dan potensinya sendiri, sehingga pada akhirnya konseli dapat mencapai aktualisasi diri.

4.      Proses incongruence pada diri individu dapat terjadi ketika apa yang diinginkan dan diharapkan dalam dirinya tidak terjadi. Atau dengan kata lain antara ideal self, self concept dengan organisme terjadi ketidak cocokan. Keadaan incongruence menyebabkan seseorang mengalami sakit mental seperti merasa cemas, terancam, berpikir sempit dan kaku serta berperilaku defensive. Terlihat dalam kesulitan ini adalah ketidaksesuaian antara persepsi seseorang tentang dirinya dan pengalaman aktualnya. Kadang-kadang individu tidak menyadari ketidaksesuaian ini, tetapi ketika mereka menjadi semakin sadar, mereka menjadi lebih terbuka dalam pengalaman terapi.

5.      Konselor menyediakan kondisi terapeutik agar klien dapat menolong dirinya dalam rangka mengaktualisasikan dirinya, konselor memberikan penghargaan yang positif yang tidak terkondisi bagi konseli, konselor mendengarkan dan mengobservasi lebih jauh untuk mendapatkan aspek verbal dan emosional konseli, memberikan pemahaman empatik untuk melihat kekeliruan dan inkongruensi yang dialami oleh konseli, dan sikap konselor yang peduli dan ramah kepada konseli. Oleh karena itu tugas utama konselor adalah memahami dunia konseli sekomprehensif mungkin dan mendorong konseli untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan dan keputusan yang diambilnya. Peran konselor mengakar pada cara mereka berada dan bersikap, bukan ditekankan pada sisi teknik. Sikap konselor yang menjadi fasilitator terhadap perubahan pribadi pada konseli, pada dasarnya konselor menggunakan dirinya sebagai instrumen perubahan. Manakala konselor berhadapan dengan konseli, maka peran konselor menjadi orang yang tidak memegang peran. Peran konselor di sini adalah menciptakan hubungan yang bersifat menolong di mana konseli bisa mengalami kebebasan yang diperlukan dalam rangka menggali kawasan kehidupannya yang saat ini berada dalam kondisi inkongruen.

6.      Kondisi keberhagaan atau condition of worth mempengaruhi perilaku individu untuk beraktualisasi diri selama tumbuh kembang karena seorang individu akan mendapatkan apa yang dibutuhkannya selama menunjukkan keberhargaannya bukan semata-mata karena membutuhkannya. Seperti seorang anak mendapatkan es krim setelah membantu ibunya, mendapatkan pujian karena nilainya bagus, atau mendapat kasih sayang jika menjadi anak yang baik. Hal inilah yang dinamakan condition of worth, keberadaan seorang individu didalam condition of worth akan membentuk conditional positive regard, contoh: seorang anak yang baik belum tentu anak itu sehat atau anak itu senang, tetapi semata-mata karena dia bertingkah laku sesuai nilai yang ada dalam condition of worth.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI PERSON-CENTERED

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL : ROLLO MAY

ANALISIS KASUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DAN PENDEKATAN ADLER