KONSELING KELOMPOK (MENGANALISIS PROBLEM ANGGOTA KELOMPOK)



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Konseling kelompok merupakan salah satu strategi layanan konseling. Perbedaan mendasar konsep konseling kelompok dengan konseling individual adalah terletak pada proses kelompok dengan menekankan pada interaksi sosial antar anggota kelompok. Kajian konseling kelompok merupakan pendekatan integrative yang memadukan konsep dinamika nkelompok, multikulturalisme dan kompetensi personal (konselor). Konseling kelompok bertujuan untuk mengubah perilaku anggota kelompok berdasar hasil interaksi kelompok. Aplikasi proses kelompok meliputi kelompok anak-anak, remaja, orang dewasa dan lanjut usia dengan menyesuaikan karakteristik perkembangan pada kelompok tersebut.
Konseling kelompok bukan sebagai sebuah perspektif tetapi sebagai suatu teknik dan strategi dalam konseling. Banyak tulisan yang mendiskusikan tentang konseling individual namun demikian konseling kelompok kurang banyak menjadi bahan kajian dalam forum-forum konseling. Schmidt (2003) mengemukakan bahwa konseling kelompok dan bimbingan kelompok merupakan dua proses yang digunakan oleh konselor sekolah untuk mengatasi antara lain perhatian dan minat siswa. Prosedur kelompok dipandang efektif untuk membantu siswa dalam dengan banyak isu permasalahan. Keunggulan prosedur kelompok adalah membantu pengembangan aspek sosial konseli dan kemampuan mengadakan interaksi sosial dengan anggota kelompok yang lain.
Ketika individu berada dalam kelompok maka akan dituntut kemampuan dan keterampilan sosial yang harus dilakukan.  Kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dan kemampuan menyampaikan pendapat, empati, cohesiveness merupakan dimensi positif bagi anggota kelompok sehingga bagi anggota kelompok tertentu, proses kelompok sebagai media untuk mengembangkan kepribadian. Selama ini kajian tentang konseling kelompok masih disisipkan dalam bukubuku tentang konseling dan psikoterapi dan kurang mendalam dalam memberikan wawasan tentang konseling kelompok secara komprehensif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah:
1.   Pengertian Konseling Kelompok
2.   Permasalahan yang terjadi pada anggota kelompok di dalam proses konseling kelompok.
3.   Penanganan yang dilakukan pemimpin kelompok

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah ditentukan, maka dapat diketahui bahwa penulisan makalah ini ialah bertujuan untuk:
1.   Mengetahui pengertian konseling Kelompok.
2.   Mengetahui permasalahan yang terjadi pada anggota kelompok dalam pelaksanaan konseling.
3.   Mengetahui bagaimana konselor menangani perilaku bermasalah pada anggota kelompok di dalam konseling.




BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Konseling Kelompok
Berbicara mengenai konseling kelompok maka tidak terlepas dari makna konseling itu sendiri. Dalam bukunya, Wibowo (2005) menjelaskan konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat dalah melaui proses konseling yang dilakukan oleh konselor terlatih dan professional dengan menggunakan teknik-teknik khusus  secara sistematis untuk membantu orang lain berhubungan secara realistis dan sukses dengan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usianya, dan menimbulkan kesadaran penuh tentang pribadinya.
Hansen, Warner & Smith dalam (Larabee & Terres, 1984) dalam Wibowo, 2005 menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan cara yang amat baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu-individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka. Konseling kelompok lebih menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu membantu individu-individu dengan cara mendorong pencapaian tujuan perkembangan dan memfokuskan pada kebutuhan dan kegiatan belajarnya. Perasaan dan hubungan antar anggota ditekankan didalam kelompok ini. Jadi anggota akan belajar tentang dirinya dalam hubungannya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lainnya.
Kegiatan konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan, dan perilaku-perilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat. Melalui konseling kelompok, individu menjadi sadar akan kelemahan dan kelebihannya, m,engenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan. Melalui konseling kelompok, individu akan mampu maningkatkan kemampuan mengembangkan pribadi, mengatasi masalah-masalah pribadi, terampil dalam mengambil alternatif dalam memecahkan masalahnya serta memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu untuk melakukan tindakan yang selaras dengan kemampuannya semaksimal mungkin melalui perilaku perwujudan diri.

B.  Konsep Konseling Kelompok
Corey (2005) menjelaskan bahwa pemahaman terhadap konseling kelompok harus dilakukan dalam pendekatan integratif dan eklektif. Integrasi secara teoretis berusaha mengkolaborasi dengan perspektif lain untuk memperkaya kajian sehingga konseling tidak berkembang secara mandiri dan terpisah tetapi terintegrasi dengan prinsip-prinsip keilmuan yang lain. Dalam perspektif multikultural maka konseling kelompok akan bersinggungan dengan masalah nilai, keyakinan, dan perilaku pada komunitas tertentu. Kesadaran budaya meliputi usia, jenis kelamin, orientasi seksual, agama dan status sosial-ekonomi. Perspektif budaya menjadi orientasi yang penting dalam kelompok karena latar belakang budaya akan mempengaruhi sikap dan perilaku anggota kelompok.
Konselor merupakan figure sentral dalam proses kelompok, bagi konselor pemula akan banyak mendapatkan kendala intern yang berkaitan dengan ketidakmampuan diri, kepercayaan diri dan belum mahir dalam menentukan arah konseling kelompok. Karakteristik pribadi seorang pemimpin kelompok yang efektif yaitu ; mampu menjadi teladan, memiliki komitmen untuk bersama-sama dalam kelompok, memiliki kemampuan membantu orang lain, jujur, peduli, memiliki keyakinan dalam proses kelompok, terbuka, mau menerima kritik, memiliki kesadaran budaya, keinginan untuk memperoleh pengetahuan baru, memiliki kewibawaan, memiliki resiliensi, memiliki kesadaran diri, memiliki selera humor, mempunyai daya cipta, memiliki dedikasi dan komitmen diri (Posthuma, 1996; Corey 2005).
Konselor merupakan seorang professional, hal ini ditunjukkan pada penguasaan terhadap keterampilan dalam memimpin kelompok, mampu menjadi pendengar aktif, tanggap terhadap kondisi dan keadaan tertentu, memiliki kemampuan menjelaskan, kemampuan membuat ringkasan, memfasilitasi, memiliki empati, mampu membuat penafsiran, keterampilan dalam bertanya, mampu membuat hubungan baik dengan anggota kelompok, keterampilan konfrontasi, keterampila memberikan dorongan, kemampuan membuat batasan, mampu melakukan asesmen, dapat menjadi teladan, mampu menyampaikan alternative dan saran, keterampilan berinisiatif, keterampilan evaluasi. Konselor juga dituntut memiliki tiga kompetensi dasar yaitu dapat dipercaya, memiliki pengetahuan dan keterampilan.

C.  Konseling Kelompok Sebagai Profesi
Wibowo (2005) menjelaskan bahwa konseling kelompok sebagai ilmu sebagai ilmu dan profesi bantuan (Helping Profession) diabadikan bagi peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara memfasilitasi perkembangan individu atau kelompok individu sesuai dengan kekuatan, kemampuan potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimilikinya dan membantu mengatasi kelemahan dan kelebihan serta kendala yang dihadapi dalam perkembangan dirinya. Pandangan terhadap manusia dari segi potensinya yang positif adalah sesuatu yang memberikan ciri pelayanan konseling dalam konteks pendidikan yang membedakan dari perspektif pelayanan medis/ klinis yang cenderung melihat dari sudut patologi.
Profesi konseling kelompok merupakan keahlian pelayanan pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat, nilai, potensi dan keunikan individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan acuan dasar ilmu pendidikan dan psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan konseling yang diwarnai oleh budaya pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian paradigm konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya.
Konseling kelompok sebagai ilmu dan profesi harus mampu memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan nasional serta kehidupan masyarakan dan bangsa pada umumnya. Visi profesi konseling tidak lagi dibatasi hanya di sekolah, melainkan juga menjangkau bidang-bidang diluar sekolah yang memberikan nuansa dan corak pada penyelenggaraan pendidikan formal dan pengembangan sumber daya menusia yang lebih sensitif, antisipatif, proaktif dan responsive terhadap perkembangan peseta didik dan warga masyarakat.

D.  Kekuatan dan Keterbatasan Konseling Kelompok
Dalam bukunya Wibowo (2005) menjelaskan kelebihan konseling kelompok yang tidak dimiliki oleh layanan lainnya, yaitu:
1.   Kepraktisan. Dalam waktu yang relatif singkat konselor dapat berhadapan dengan sejumlah siswa di dalam kelompok dalam upaya untuk membantu memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pencegahan, pengembangan pribadi dan pengentasan masalah.
2.   Anggota kelompok dapat belajar mengenai perilaku yang baru dari anggota kelompok yang lainnya.
3.   Adanya kesempatan yang luas untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok yang lain mengenai segala kebutuhan yang terfokus dengan pengembangan diri, pencegahan dan pengentasan.
4.   Konseling kelompok memberi kesempatan para anggota untuk mempelajari keterampilan sosial.
5.   Anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk saling memberi bantuan, menerima bantuan dan berempati dengan tulus didalam konseling kelompok.
6.   Motivasi manusia muncul dari hubungan kelompok kecil.
7.   Konseling kelompok mempunyai manfaat besar untuk bertindak sebagai miniature situasi sosial, atau laboratorium.
8.   Konseling kelompok sesuai bagi siswa yang sedang berkembang, yang oada masanya sangat membutuhkan untuk belajar lebih memahami orang lain dan lebih menghargai kepribadian orang lain.
9.   Adanya interaksi yang terjadi didalam kelompok yang tentu saja tidak terdapat pada layanan individual.
10.        Merupakan bagian awal untuk menuju konseling individual.
Disamping kekuatan atau kelebihan, konseling kelompok juga memiliki beberapa keterbatasan dalam kelompok yang harus diperhatikan oleh pemimpin kelompok, antara lain sebagai berikut.
1.   Tidak semua siswa cocok berada dalam kelompok, beberapa di antaranya membutuhkan perhatian dan intervensi individual.
2.   Tidak semua siswa siap atau bersedia untuk bersikap terbuka dan jujur mengemukakan isi hatinya terhadap teman-temannya di dalam kelompok.
3.   Persoalan pribadi beberapa anggota kelompok mungkin kurang mendapat perhatian dan tanggapann sebagaimana yang diinginkan.
4.   Ekspektasi anggota kelompok yang tinggi, yang mengharapkan terlalu banyak dari kelompok sehingga tidak berusaha dengan maksimal untuk berubah.
5.   Bagi beberapa anggota kelompok, konseling kelompok tidak dijadikan sebagai sarana untuk melakukan perubahan.
6.   Seringkali anggota kelompok tidak berkembang dan dapat mengurangi arti kelompok sebagai sarana belajar.
7.   Peran konselor menjadi lebih menyebar dan kompleks.
8.   Terkadang adanya kesulitan untuk mnciptakan kepercayaan, maka dari itu dibutuhkan norma-norma, aturan dan latihan khusus.

E.  Isu-Isu dalam Kelompok
Isu-isu yang berkaitan dengan etika dalam konseling kelompok adalah pemberian informasi kepada anggota kelompok berkenaan dengan aktivitas yang akan dilakukan, perlu diperhatikan terhadap keanggotaan yang tidak sukarela, kebebasan untuk mengundurkan diri dari anggota kelompok, menjelaskan resiko psikologis yang kemungkinan akan dialami oleh anggota dan masalah kerahasiaan. Permasalahan yang berhubungan dengan isu etis sebaiknya disampaikan kepada anggota kelompok. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang anggota kelompok yang beragam karena untuk melakukan proses kelompok dalam seting populasi yang beragam perlu ditanamkan nilai-nilai keragaman, memberikan pemahaman standar-standar etis, pemahaman pada isu-isu khusus yang berorientasi pada jenis kelamin.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam membentuk kelompok adalah penyaringan anggota dan pertimbangan-pertimbangan praktis dalam membuat kelompok. Adapun pertimbangan praktis yang dilakukan adalah berkaitan dengan komposisi kelompok, ukuran anggota kelompok, frekuensi dan lamanya pertemuan pada setiap sesi , kesepakatan tempat pertemuan dan sifat keanggotaan yang terbuka atau tertutup. Sebelum kelompok dibentuk seorang konselor juga dapat memberikan klarifikasi tentang hal-hal yang akan dilaksanakan dalam kegiatan kelompok.

F.   Permasalahan yang Muncul dalam Kelompok beserta Strategi Penanganan
Menurut Corey (2005), ada beberapa permasalahan yang muncul dari anggota kelompok, antara lan:
1.   Diam dan kurang berpartisipasi.
Konseli cenderung berdiam diri dan tidak partisipaif. Perilaku yang tampak adalah menunjukkan sikap menunggu , merasa tidak mempunyai bahan untuk dibicarakan, merasa tidak penting membicarakan sesuatu, takut ditolak, kurang percaya dengan kelompok dan takut mengenai kerahasiaan.
2.   Perilaku Monopoli.
Terkadang di dalam kelompok terdapat salah satu bahkan beberapa anggota kelompok yang memonopoli jalannya kegiatan konseling kelompok. Maka pemimpin kelompok harus dapat peka terhadap anggota yang memonopoli kegiatan kelompok.
3.   Menutup Diri
Merupakan perilaku yang menunjukkan ketidaktahuan anggota kelompok. Pemimpin kelompok dapat memulai diskusi dengan menceritakan hal-hal yang mendorong anggota kelompok untuk dapat terbuka dan mau berpendapat.
4.   Perilaku Memusuhi Anggota Kelompok
Perilaku ini dapat muncul ketika terjadi perselisihan paham antar anggota kelompok, akan tetapi perilaku ini juga dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor.
5.   Superior
Ada beberapa anggota kelompok yang memiliki perilakuk superior sehingga ketika berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain akan menunjukkan perilaku superiornya. Jika hal tersebut tidak dapat dikontorol maka perilaku tersebut dapat memicu terjadinya perselisihan didalam kelompok.

Selain yang telah diuraikan di atas, Jacob (2006) juga menjelaskan mengenai permasalahan yang biasanya bisa muncul pada anggota kelompok dalam pelaksanaan konseling kelompok. Permasalahan tersebut antara lain:
1.   Pembicara Kronis
2.   Mendominasi
3.   Pengecoh
4.   Anggota penyelamat
5.   Anggota Negative
6.   Anggota yang Resisten
7.   Anggota kelompok yang mencoba menjadi pemimpin
8.   Berurusan dengan diam
9.   Berurusan dengan perasaan seksual
10.  Berurusan dengan menangis
11.  Berurusan dengan anggota yang saling bermusuhan
12.  Berurusan dengan prasangka anggota, berpikiran sempit, atau angoota yang tidak sensitif

1.   Pembicara yang Kronis
Hal ini tidak sulit untuk menemukan pembicara kronis. Ia sering ditandai dengan terus menerus untuk bertele-tele dan pengulangan. Akibatnya, anggota lain yang memiliki kekhawatiran bahwa mereka ingin mendiskusikan dicegah dari melakukannya. Segera para anggota kelompok menghilangkan pembicara kronis dan kehilangan minat dalam proses melupakan frustrasi dan marah dengan kedua anggota bicara dan pemimpin, yang mereka merasa harus memotongnya. Tergantung pada alasan yang mendasari si pembicara mengenai efektivitasnya,pembicara kronis jatuh ke dalam tiga jenis: anggota yang grogi, anggota yang mengembara, dan anggota yang terlalu menunjukan diri.
a.   The nervous member / anggota yang grogi
Anggota yang gugup berbicara untuk menyembunyikan perasaan gugupnya atau sebagai alat kontrol diri. Dengan mudah dikenali, anggota gugup sering kali ia yang pertama menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemimpin dan yang pertama menjadi sukarelawan untuk suatu tugas. Karena anggota yang gugup itu berbicara untuk mengurangi kecemasan, dia akan sering berbicara dan selama pemimpin membiarkannya.
b.   The Rambler / anggota yang mengembara
Pengembara mendominasi diskusi karena dia hanya orang yang banyak bicara dan tidak menyadari efek dari pengocehnya terhadap orang lain. Dia juga mudah dikenali karena dia menceritakan kisah yang panjang dan berlarut-larut dan kadang-kadang mengulangi dirinya sendiri. Kisah-kisahnya seringkali sepele dan biasanya tidak berarti bagi orang lain.
c.   The Show-off / anggota yang terlalu menunjukan diri
Pertunjukan adalah orang yang banyak bicara karena dia merasa tidak aman dan ingin mengesankan pemimpin kelompok, anggota lain, atau keduanya. Pertunjukan itu tampaknya berusaha menunjukkan kepada orang lain apa yang dia ketahui. Dengan melakukan itu, dia menjawab semua pertanyaan, mengajukan pertanyaan yang tidak relevan dalam upaya untuk menarik perhatian pemimpin, dan dapat menawarkan saran tanpa diminta kepada anggota kelompok lainnya. Anggota lain sering membenci ini dan tumbuh untuk tidak menyukai anggota jenis ini. Masalah dengan pamer adalah bahwa ia dapat dengan cepat mengalihkan grup dari tujuan yang dimaksudkan.

2.   Mengatasi Anggota kelompok yang aktif berbicara
Yang menentukan apakah anggota tersebut merupakan anggota yang aktif berbicara atau tidak, sebagai anggota pemimpin kita harus berpatokan pada beberapa pertanyaan berikut :
a.    Berapa lama anggota kelompok itu berbicara ?
b.   Sudah berapa banyak komentar yang di utarakan oleh anggota kelompok terhadap anggota kelompok yang lain ?
c.    Apakah komentar yang diberikan oleh anggota kelompok sesuai dengan tujuan yang ada digroup ?
d.   Apakah anggota kelompok itu mencegah anggota lain untuk bericara ?
e.    Apakah anggota kelompok yang lain menjadi bosan dan merasa jengkel dengan komentar dari anggota kelompok itu ?
f.    Apakah anggota kelompok itu terlihat berbicara karena dia merasa gugup atau berkeinginan untuk mengesankan anggota kelompok yang lain ?

Ada banyak cara untuk mengatasi anggota kelompok yang terlalu aktif berbicara. Contohnya setelah menyadari anggota kelompok tersebut, pemimpin kelompok harus mempunyai anggota kelompok yang diam, dan memastikan untuk memasangkan dirinya dengan anggota kelompok yang aktif berbicara. Startegi berpasang-pasangan melibatkan semua anggota kelompok. Ini bertujuan untuk mmebuat anggota kelompok yang berbicara paling aktif mengeti makna dari pesan-pesan yang diberikan.

3.   Mendominasi 
Anggota yang mendominasi  ini adalah anggota kelompok yang mencoba membuat aturan dalam kelompok. Anggota ini berbeda dengan anggota yang aktif berbicara karena anggota ini adalah anggota yang ingin menjalankan semuanya dan mengontrol semuanya. Ketua kelompok harus mencoba berbagai macam teknik yang berbeda  untuk berhadapan dengan si pembicara aktif, namun pemimpin kelompok harus sering bertemu dengan jenis anggota kelompok ini secara privat untuk mendiskusikan dan membicaran tingkah lakunya di dalam group.
Kadang-kadang ini bisa digunakan untuk menolong atau memberikan peran kepada anggota kelompok agar mereka merasa special. Dilain waktu, tingkah laku seperti itu bisa digunakan untuk memeinta anggota kelompok meninggalkan kelompok karena ia tidak bersedia untuk memeberikan kontrol kepada pemimpin kelompok.

4.   Pengecoh
Anggota kelompok pengecoh ini adalah salah satu jenis anggota kelompok yang mencoba mencari perhatian dan menghindari melihat dirinya sendiri. Untuk mencapai ini, dia mencoba mendapat perhatian dari group dengan memebrikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai dengan pembahasan yang sedang dibahas di group. Biasanya anggota ini dapat ditemukan di sekolah atau di group yang tidak di damping.
Kadang-kadang anggota member ini merupakan anggota yang sulit untuk diajak kerja sama karena dia secara luas ingin mencoba mengecoh kelompok. Anggota kemlompo ini mencoba untuk berbicara dengan anggota kelompok lain pada saat proses konseling lalu mereka mencoba menolak komen-komen yang berasal dari anggota kelompok lain atau perilaku-perilaku yang mencoba menolong untuk meminimalisir efek dari pengecoh ini.

5.   Anggota Penyelamat
Anggota peneyelamat ini adalah salah satu anggota yang  memberikan kelancaran lebih terhadap pengalaman perasaan negative kepada anggota kelompok lain. Ketika anggota kelompok menjadi kecewa, anggota kelompok lain sering mencoba statement seperti member atau anggota kelompok yang lain, seperti “ sekarang, janga khawatir, ini pasti akan baik-baik saja” atau “ semua akan berjalan sesuai dengan apa yang telah dikerjakan oleh mu jika kamu memberikan waktu”. Ini biasanya tidak membantu, dan seperti komentar yang sering terdengar merendahkan. Anggota penolong atau angota penyelemat bisa mencegah kesakitan anggota lain menggunakan problem solving.

6.   Anggota negative
Anggota kelompok yang negative ini adalah anggota kelompok yang sering dan suka mengeluh tentang kelompok atau tidak setuju dengan anggota kelompok yang lain. Anggota kelompok negative terutama yang suka membuat masalah karena tingkah laku dan sikap mereka melawan tujuan yang telah dibentuk oleh pemimpin kelompok. Jika satu atau dua anggota yang netivie ini memulai untuk mengulai atau complain maka anggota lain pun terkadang akan ikut mengkomplain dan juga akan menjadi anggota yang negative.
Ada tiga kemungkinan strategi yang dapat digunakan untuk berdamai atau menghadapi anggota kelompok yang negative :
1.     Berbicara dengan anggota kelompok diluar kelompok dan mencoba untuk mencari tahu mengapa mereka “ so negative”
2.     Mengidentifikasi anggota yangbersekutu atau anggota yang positive di dalam group dan langsung memberikan pertanyaan langsung atau komentar tentang mereka
3.     Ketika memberikan pertanyaan kepada anggota kelompok, hindari kontak mata dengan anggota kelompok yang negative, jadi pemimpin kelompok tidak harus mengeluarkan mereka.
Pemimpin kelompok seharusnya menghindari mengkonfrontasi anggota kelompok yang negative didepan anggota kelompok lainnya. Konfrontasi ini akan membuat perdebatan antara pemimpin kelompok dengan anggota kelompok negative, ini akan membuat konseling kelompok tidak menjadi produktif untuk anggota kelompok yang lainnya. Jika pemimpin kelompok ternyata berdebat dengan berbagai macam argumentasi, dia seharusnya bisa memindahkan fokusnya kepada anggota kelompok lainnya atau topic dan kemudian berbicara dengan anggota kelompok yang negative di saat konseling kelompok selesai.
Penting untuk diingat bahwa kelompok kadang-kadang akan memiliki satu atau dua anggota negatif. Hal ini terutama benar pada awal kelompok dan khususnya jika kelompok itu adalah kelompok yang wajib. Sering kali negativisme berkurang ketika kelompok menjadi lebih menarik. Namun, akan ada saat-saat itu, tidak peduli apa yang dilakukan pemimpin, seorang anggota akan tetap negatif. Dalam kasus yang ekstrem, mungkin perlu meminta anggota untuk meninggalkan kelompok atau duduk dengan tenang. Para pemimpin sering meluangkan terlalu banyak waktu untuk mencoba bekerja dengan anggota negatif sambil mengabaikan anggota yang tertarik pada kelompok.
7.   Anggota yang Resistan
Beberapa anggota yang menjadi resistan biasanya karena mereka dipaksa untuk masuk kedalam group konseling. Terkadang mereka atau anggota kelompok yang resistan ini akan bekerja melalui sikap resisten nya jika mereka diberi kesempatan untuk mengekspresikan kemarahannya. Situasi ini akan menjadi menyulitkan pemimpin kelompok, karena mereka tidak tahu apakah mengizikan untuk anggota kelompok mengekspresikan kemarahannya ini akan memeberikan keuntungan atau jika hanya akan mengeluh atau complain dan membuat suasana negative bagi kelompok. 
Empat contoh anggota yang resisten adalah:
a.      Anggota yang, selama pertemuan pertama, mengatakan dia tidak tahu mengapa dia harus hadir di pertemuan dan tidak melihat bagaimana kelompok dapat membantu.
b.     Anggota yang datang dan duduk dengan tangan bersedekap dan tidak berkontribusi kecuali dipaksa untuk - dan kemudian mengatakan sesedikit mungkin.
c.      Anggota yang selalu mencoba memfokuskan grup pada topik yang tidak relevan dengan grup, seperti film, olahraga, atau mode terbaru
d.     Anggota yang tidak menolak kelompok tetapi menolak untuk mengubah sesuatu tentang dirinya sendiri.

Beberapa anggota memiliki harapan negatif tentang efektivitas suatu kelompok. Anggota-anggota ini percaya bahwa kelompok itu tidak akan membantu, dan karena itu, mereka menolak untuk berpartisipasi secara kooperatif. Jika pemimpin dihadapkan dengan anggota yang resisten, dua strategi utamanya adalah membiarkan anggota berbagi perasaannya dalam kelompok atau berbicara dengannya dalam angka dua atau setelah sesi dan mencoba membantunya mengatasi perlawanannya. Jika tidak satu pun dari pekerjaan ini dan anggota harus tetap dalam kelompok karena pengaturan (seperti pusat perawatan perumahan), pemimpin akan ingin memastikan untuk tidak fokus pada anggota itu. Kesalahan umum dari para pemimpin adalah mencurahkan sebanyak setengah dari setiap sesi mencoba untuk menghancurkan perlawanan anggota. Kadang-kadang anggota yang resisten tampaknya menentang upaya pemimpin untuk membantu tetapi tidak untuk upaya anggota. Jika ini masalahnya, pemimpin mungkin ingin mengatur situasi di mana anggota dapat berbagi dengan anggota kelompok lainnya. Ini dapat dilakukan melalui penggunaan diad, triad, dan diskusi kelompok kecil tanpa partisipasi langsung dari pemimpin. Atau jika anggota adalah fokus kelompok, pemimpin membiarkan anggota melakukan sebagian besar bantuan.
Sebaliknya, anggota yang menentang dapat menentang upaya anggota untuk membantu tetapi bukan upaya pemimpin. Jika demikian, konseling individu dalam kelompok atau secara pribadi mungkin merupakan cara terbaik untuk membantu anggota. Adalah penting bahwa pemimpin membedakan antara anggota yang menolak proses kelompok dan anggota yang menentang karena dia tidak ingin mengubah sesuatu tentang dirinya atau situasinya.

8.   Anggota yang mencoba untuk menjadi pemimpin kelompok
Ketika memimpin kelompok, pemimpin kelompok harus melakukan persiapan yang biasa kita sebut “ menjadi pemimpin kelompok” ini bisa menjadi kesempatan kepada anggota kelompok lain untuk berusaha mensabotase / mengambil alih apa yang pemimpin kelompok katakan atau lakukan dalam kelompok. Menjadi pemimpin kelompok ini bisa mengabil bentuk ketidaksetujuan dengan pemimpin kelompok, tidak mengikuti instruksi yang diberikan oleh pemimpin kelompok, menyakan pertanyaan yang tidak terjawab untuk membuat pemimpin kelompok terlihat tidak berkompeten, atau berbicara dengan angoota kelompok lain ketika pemimpin kelompok berbicara. Anggota kelompok ini berbeda dengan anggota kelompok negative mereka merasa apatis, tidak tertarik dengan kegiatan atau marah pada umumnya.


9.   Berurusan dengan anggota yang diam
Anggota ini ada diantara dua kemungkinan yaitu produktif dan tidak produktif yang diam didalam group. Diam yang produktif terjadi ketika anggota secara internal kadang-kadang iya memproses seuatu dengan mnegatakan atau menyelesaikan ketika didalam group. Sedangkan diam yang tidak produktif adalah ketika mereka bingung tentang apa yang mereka katakana, takut untuk berbicara atau merasa bosan. Ketika kelompok itu diam, pemimpin harus bertanya pada dirinya sendiri apakah keheningan itu produktif.
Pemimpin biasanya dapat mengetahui dengan mengamati reaksi anggota saat mereka duduk di sana dan juga dengan mempertimbangkan apa yang baru saja terjadi dalam kelompok. Jika para anggota tampak tenggelam dalam pikiran sebagai hasil dari kerja keras seseorang, keheningan diizinkan.
 Kadang-kadang pemimpin dapat membiarkan keheningan berlangsung selama 1 atau 2 menit jika tampaknya produktif. Pemimpin dapat memilih untuk menunggu sampai orang lain memecah keheningan, atau dia dapat memilih untuk memecah keheningan dengan mengatakan sesuatu seperti, "Banyak dari Anda tampaknya benar-benar berpikir tentang apa yang baru saja terjadi. Saya ingin Anda membagikan pemikiran Anda secara singkat.
"Namun, jika para anggota diam karena mereka tidak tertarik, maka keheningan harus memberi sinyal kepada pemimpin untuk mengubah fokus atau berbicara kepada kelompok tentang kurangnya minat mereka. Kadang-kadang anggota diam di awal sesi karena mereka belum melakukan pemanasan. Ini bisa menjadi kesalahan untuk membiarkan keheningan terjadi di awal sesi, karena apa yang benar-benar dibutuhkan oleh anggota adalah diskusi atau kegiatan untuk memulainya. Ini kembali ke apa yang telah kita katakan tentang pentingnya memimpin kelompok daripada menunggu anggota mengambil alih. Terkadang menunggu sangat lama dan tidak produktif. Jika anggota memiliki ekspresi gugup atau kosong di wajah mereka, bertanya-tanya siapa yang akan memulai, kami sarankan agar pemimpin memecah kesunyian setelah 15 atau 20 detik untuk memulai grup. Beberapa ahli merasa sangat berbeda tentang hal ini dan membiarkan kelompok duduk diam selama 5 hingga 10 menit dengan keyakinan bahwa para anggota harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi dalam kelompok. Sebagian besar, kami menganggap ini kontraproduktif.
 Dalam kelompok di mana hal ini terjadi, banyak anggota melaporkan bahwa mereka bingung tentang apa yang sedang terjadi dan bosan duduk di sana menunggu sesuatu terjadi. Itu juga dapat mempromosikan serangan verbal di antara anggota. Kami merasa bahwa dalam situasi di mana anggota tidak benar-benar berpikir, waktu kelompok biasanya dapat lebih baik dihabiskan ketika pemimpin memecah kesunyian dengan pertanyaan, putaran, atau latihan yang relevan dan produktif. Ketika pemimpin merasa kesunyian menjadi sangat produktif dan seorang anggota mulai berbicara, pemimpin itu dapat berkata kepada anggota itu, “Mari kita tunggu beberapa detik lagi. Orang-orang tampaknya benar-benar berpikir. ”

10.    Berurusan dengan perasaan seksurik secara seksual
Terkadang anggota kelompok mereka tertarik secara seksual dengan anggota kelompok yang lain, terutama di dalam terapi, perkembangan dan dukungan ketika anggota kelompok berbagi tentang masalah personalnya. Anggota kelompok ini biasanya akan mencoba membuat anggota kelompok lain merasa tertarik dengannya.
Anggota dapat mencoba saling mengesankan; mereka mungkin menahan berbagi karena yang lain; atau mereka mungkin menjadi iri, terluka, atau marah pada apa yang dibagikan anggota lain. Dinamika semacam ini dapat merusak proses kelompok, tetapi seorang pemimpin harus ingat bahwa ketertarikan seksual dapat dan akan terjadi. Tidak ada yang dapat dilakukan pemimpin tentang hal itu, dan, pada kenyataannya, para pemimpin tidak akan mau bertindak sebagai legislator moral. Beberapa pemimpin menetapkan aturan dasar bahwa anggota tidak dapat berhubungan satu sama lain di luar grup. Pengamatan kami adalah bahwa anggota akan melakukan ini terlepas dari aturannya, jadi strategi yang lebih baik adalah berbicara tentang bagaimana ini bisa menjadi masalah.
Kadang anggota membentuk hubungan yang tidak mengganggu kelompok; kadangkala hubungan di luar memang menimbulkan masalah. Jika muncul situasi yang merintangi kelompok (seperti dua orang berpacaran atau satu orang tertarik pada anggota lain yang tidak membalas), pemimpin dapat memilih untuk berbicara secara pribadi dengan orang tersebut atau orang-orang yang terlibat tentang kemungkinan solusi untuk masalah tersebut. Di lain waktu, masalah ini dapat diangkat dalam kelompok, terutama jika anggota lain merasa bahwa hubungan tersebut mengganggu kelompok dengan cara tertentu. Ini mungkin tidak mudah untuk ditangani, tetapi sebaiknya tidak mengabaikan situasi ini. Terkadang, salah satu anggota keluar dari grup adalah solusi terbaik.

11.    Berurusan dengan anggota yang menangis
Anggota kelompok mungkin akan menangis ketika sengan didalam group. Mereka mungkin akan menangis dikarenakan mereka sendiri atau anggota kelompok lain yang sedang memebicarakan tentang topic seperti tentang harga diri mereka yang rendah, pelecehan, ditinggal kematian oleh orang yang dicinta, perceraian keluarga, kehilangan pekerjaan, penyakit, pindah dari suatu tempat ketempat yang lainnya. Air mata yang keluar dari mata anggota kelompok merupakan kejadian yang diluar kendali, dan juga bisa mengindikasikan adanya gejolak emosi kesedihan seperti marah, ketakutan, depresi, empati, kebingungan, kegelisahan dan mungkin kebahagiaan.
Seringkali, anggota tidak siap untuk membahas apa yang mereka rasakan, jadi ketika pemimpin mencoba membantu mereka yang tidak siap untuk berbagi, anggota merasakan tekanan, yang dapat menyebabkan kebencian. Pemimpin harus selalu yakin bahwa anggota ingin menyelesaikan masalah dan bahwa ada cukup waktu untuk menangani emosi anggota secara memadai.
Kesalahan umum yang dilakukan para pemimpin pemula ketika mereka melihat seorang anggota merobek adalah berfokus pada anggota itu tanpa mempertimbangkan berapa banyak waktu yang tersisa dalam sesi. Mereka kemudian menemukan diri mereka harus mempersingkat pekerjaan dengan orang itu untuk mengakhiri sesi pada waktu berhenti yang ditentukan. Tentu saja, jika seseorang kesakitan, pemimpin akan ingin menjadi peka terhadap orang itu, tetapi ia juga perlu menyadari waktu. Jika waktu bukan merupakan faktor, pemimpin dapat berpasangan dengan anggota yang kesakitan untuk mencari tahu lebih banyak tentang rasa sakit. Untuk menduduki anggota lain, pemimpin akan meminta mereka masuk ke dalam pasangan dan memproses apa yang baru saja mereka diskusikan atau topik lain yang menurut pemimpin itu relevan.
 Pemimpin juga dapat mengakui rasa sakit dan menyarankan kepada anggota bahwa mereka berbicara setelah kelompok. Pertimbangan penting lainnya ketika seorang anggota menangis adalah apakah tangisan itu merupakan hasil dari suatu pergulatan atau peristiwa yang menyakitkan atau merupakan upaya untuk mendapatkan simpati. Beberapa anggota kelompok secara alami merasa kasihan kepada orang tersebut dan menjangkau dan menyentuh orang yang sedang menangis. Anggota biasanya tidak dapat membedakan siapa yang benar-benar berjuang dengan masalah yang menyakitkan dan siapa yang ingin diselamatkan. Seringkali, pantas untuk meminta anggota untuk tidak menyentuh atau memeluk anggota lain yang merasa kasihan pada dirinya sendiri atau memainkan permainan "poor-me". Memeluk atau menyentuh anggota itu tidak akan menjadi terapi.

12.    Berurusan dengan anggota yang saling bermusuhan
Dalam kelompok apa pun, ada kemungkinan anggota tidak menyukai anggota lain. Ketidaksukaan ini dapat memanifestasikan dirinya dalam argumen, ketidaksepakatan, dan keheningan antara anggota. Terkadang anggota memulai kelompok tidak menyukai satu sama lain karena sesuatu yang terjadi sebelum kelompok dimulai. Jika mungkin, ini harus diperiksa oleh pemimpin selama wawancara penyaringan dengan bertanya, "Apakah ada orang yang tidak Anda sukai dan tidak ingin berada dalam kelompok dengan Anda?" Namun, ini bukan metode yang sangat mudah untuk mencegah anggota dari tidak menyukai satu sama lain karena bahkan anggota yang tidak mengenal satu sama lain di awal kelompok dapat dengan cepat tumbuh untuk saling tidak menyukai ketika kelompok berkembang.
Ketika ini terjadi, pemimpin mungkin ingin membahas masalah dalam kelompok jika dia merasa bahwa diskusi seperti itu akan bermanfaat. Seringkali perilaku anggota dalam grup menunjukkan perilaku mereka di luar grup. Dengan demikian, berfokus pada proses bagaimana anggota datang untuk saling membenci dapat menjadi salah satu diskusi yang paling bermanfaat bagi mereka dalam hal membantu mereka menjadi lebih menerima orang lain dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Membantu anggota saling berdamai satu sama lain juga berpotensi menjadi salah satu proses paling produktif untuk memperkuat kelompok dan membangun kohesi kelompok. Namun, akan ada saat-saat ketika, apa pun yang terjadi dalam kelompok, anggota tidak akan mengatasi ketidaksukaan pribadi mereka satu sama lain. Alih-alih membuat anggota saling menyukai, tujuannya adalah untuk membuat anggota tidak membiarkan ketidaksukaan mereka terhadap orang lain benar-benar mengganggu keuntungan mereka dari pengalaman kelompok.
Jika pemimpin memutuskan untuk fokus pada konflik besar antara dua anggota selama sesi kelompok, kami menyarankan agar pemimpin bertemu secara pribadi dengan masing-masing anggota yang bertikai untuk mengidentifikasi masalah dengan jelas dan menjelaskan alasan ingin menanganinya dalam kelompok. Kontak individu ini antara pemimpin dan setiap anggota juga harus digunakan untuk membangun hubungan tambahan dan meminta kerja sama para anggota. Tanpa mendapatkan komitmen dari masing-masing anggota untuk bekerja ke arah penyelesaian masalah, pemimpin sedang menyiapkan panggung untuk bencana potensial.
13.    Berurusan dengan prasangka anggota, berpikiran sempit, atau angoota yang tidak sensitif
Terkadang pemimpin kelompok harus berurusan dengan anggota kelompok yang berpikiran sempit dan prasangka-prasangkanya tentang dunia, ada yang akan mencoba bertinggkah sangat moralis ada juga yang bertingkah seperti seorang penceramah. Ini adalah situasi yang sangat sulit, karena kebanyakan dari tujuan group ini dibentuk adalah agar mereka dapat didengar dari sisi yang berbeda dan belajar untuk bersikap toleransi diantara anggota kelompok yang lain. Bagaimanapun juga , ini adalah point yang ketika angota kelompok yang tidak bisa menahan diri untuk menelusuri dan memeberikan penilaian kepada anggota kelompok yang lain harus ditiadakan didalam group. Ini pukan gaya kepemimpinan yang bagus bila terus membiarkan anggota kelompok bebeas berbicara sesuka hati.

KESIMPULAN
Berbicara mengenai konseling kelompok maka tidak terlepas dari makna konseling itu sendiri. Dalam bukunya, Wibowo (2005) menjelaskan konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Konseling kelompok bukan sebagai sebuah perspektif tetapi sebagai suatu teknik dan strategi dalam konseling. Banyak tulisan yang mendiskusikan tentang konseling individual namun demikian konseling kelompok kurang banyak menjadi bahan kajian dalam forum-forum konseling. Schmidt (2003) mengemukakan bahwa konseling kelompok dan bimbingan kelompok merupakan dua proses yang digunakan oleh konselor sekolah untuk mengatasi antara lain perhatian dan minat siswa.
Ketika individu berada dalam kelompok maka akan dituntut kemampuan dan keterampilan sosial yang harus dilakukan.  Kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dan kemampuan menyampaikan pendapat, empati, cohesiveness merupakan dimensi positif bagi anggota kelompok sehingga bagi anggota kelompok tertentu, proses kelompok sebagai media untuk mengembangkan kepribadian.





DAFTAR PUSTAKA


Corey, M.S. & Corey, G. (2005). Groups Process and Practice. (7th edition). Belmont. Thompson Brooks/Cole
Jacob, Ed E. 2012. Group Counseling Strategies and Skill. Bemont. The Thomson Corporation
Sanyata, Sigit. 2010. Teknik dan Strategi Konseling Kelompok. ISSN 1907-297X. Jurnal Paradigma
Wibowo, Mungin Eddy. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT UNNES Press



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI PERSON-CENTERED

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL : ROLLO MAY

ANALISIS KASUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DAN PENDEKATAN ADLER